Nov 6, 2011

Iiiissshh... Ish ish ish...

Iya iya judulnya aneh.. Hehehe..

Tapi bunyi dari judul itu yang sepagian tadi saya desiskan di samping bujendral ketika kami menyaksikan perhelatan Idul Adha di Bekasi. Puji Tuhan tahun ini saya bisa berkurban lagi, tahun kemarin sempat bolong (ihihi.. jadi maluuuu..). Maka sepulang bujendral dari salat dan kami makan bersama, bujendral mengajak saya dan Kak Ari melihat pemotongan hewan. Dan suara issshhh--issshhh--issshh itu terus keluar dari bibir saya. Entah sejak kapan saya tidak tahan melihat pemotongan hewan, perasaan tahun-tahun lalu baik2 aja melihatnya. :( Lalu sempat terucap kayaknya tahun depan saya milih untuk langsung berkurban yang dagingnya langsung jadi kornet deh dibanding harus melihat pemotongan hewan lagi. Hihihi. Katian tapi tama kambingnaaah.. :(


Tapi ahiran dari pemotongan hewan (dan bahasa saya: pembrutalan massal) ini ternyata manis. Bukan manis karena kami mendapat banyak sekali daging sapi (yang mana saya tidak makan daging merah jadi ya sama aja, mau berkurban kambing ataupun sapi, saya sama2 ngga makan daging kurbannya. Hihi), tapi karena saya belajar kembali. Belajar untuk kembali bersyukur atas berkat Tuhan di hidup saya. Puji Tuhan saya bisa berkurban dan cukup makan minum dan bahkan bisa ke salon dan beli2 kain (deeeee, dikemplang Onya ni kl beli kain lagiiii..), karena ternyata buanyak sekali orang di sekeliling saya yang tidak bisa merasakan itu. Seperti yang sudah pernah saya katakan, ketika manusia mendapat sesuatu secara rutin, kadang, kita jadi lupa bersyukur. Rutin sehat, jadi lupa bersyukur diberi kesehatan. Rutin dapat gaji, jadi lupa bersyukur dapat penghasilan. Rutin ke salon (lalalalala), jadi lupa bersyukur bisa ke salon. Maka kadang Tuhan 'goyangin' buku kita lagi biar kita ingat untuk terus bersyukur padaNya. Bersyukur, berterimakasih.

Teringat obrolan saya, Kaka Hanny, Kaka Jerzy, dan Hellen beberapa minggu lalu ketika kami makan bersama di Beluga. Kami berempat berbeda keyakinan, Kaka Hanny muslim, Jerzy Protestan, Hellen Katolik, dan saya sendiri berkeyakinan pada Tuhan yang Maha Esa (kekekeke); tapi dari obrolan kami yang ngalor ngidul, didapat kesimpulan bahwa dalam semua keyakinan, resep untuk menjadi bahagia adalah dengan bersyukur. Bersyukur dulu, baru bahagia. Diulang lagi ya (biar kesannya drama): Bersyukur dulu, baru bahagia. JENG JEEENG!!! Zoom in zoom out zoom in zoom out.. *sinetronberat*

Kenapa gitu? Karena saat kita bersyukur, every little bless counts. Jadinya kita terus merasa dapat berkat. Kita bersyukur untuk setiap senti hidup kita dan karenanya, kita akan terus merasa luar biasa. Dan perasaan luar biasa itu membahagiakan. :) Maka semakin orang bersyukur, Tuhan akan semakin melimpahi orang itu dengan berkat. Semakin dilimpahi berkat, semakin bersyukur. Semakin bersyukur, berkat datang makin menjadi. Lalu jadi bersyukur lagi. Begitu terus siklusnya. Jadi, apa salahnya bersyukur?

As per today, sepulangnya dari Bekasi tadi, mamah bercerita di bbm. Mamah memang sengaja menyiapkan bbrp kantung untuk supirnya maupun supir bapak. Dan luar biasanya, supir bapak sampai menunggu mamah pulang di lobi apartemen. Menunggu dengan keluarganya. Menunggu dengan sabar. Karena apa? Karena ternyata supir bapak tdk mendapat kupon di lingkungannya. Saya sampai bertanya ke mamah, kok bisa? Karena saya cukup tahu keadaan keluarga supir bapak ini. Harusnya dia dapat kupon. Maka analisa mamah adalah mungkin karena banyak yang keadaan keluarganya lebih kekurangan dibanding keluarga supir bapak, jadi didahulukan yang lebih kekurangan. Atau mungkin karena dia tinggal di lingkungan yang *maaf* agak kumuh sehingga yang berkurban sedikit dan tidak sebanding dengan yang membutuhkan jadi kuponnya ngga cukup. Ahuhuhu. Saya sedih sekali dengarnya. Sampai supir kok ngga dapet daging padahal yang memekerjakan dia bisa berkurban. Itu kan miris sekali. :'(

Jadi kalau melihat kembali ke cerita itu, maka nikmat Tuhan apa lagi yang saya dustakan ya? Saya, walaupun tidak makan daging merah, tapi Puji Tuhan berkecukupan untuk membeli daging itu. Tidak perlu mendapatkannya dengan kupon. Tidak perlu mendapatkannya dengan mengantri. Tidak perlu mendapatkannya dengan perasaan harap-harap cemas bahwa saya akan mendapat bagian. Saya bisa langsung membelinya. Alhamdulillah banget kan. Kurang baik apa coba pencipta saya ini memberi berkat utk hidup saya. :)

Jadi harus terus bersyukur sama Tuhan. Untuk segala berkat dan cobaan yang diberi. Karena kalau ngga dikasih yang namanya cobaan, saya pasti jadi ngga tahu yang namanya berkat. Issshh isshh isssh issshh. Super sekali Ibu Bulaaaaan...

Senyum dulu ah.. :)

Kak Ari dgn karung berisi dua puluh delapan kantung daging.
Berat ya kak? *pake nanya lagi?!?!*
Cep cep cep cep.. *puk2*

Kak Ari dan Pak Totok. Pilih pilah.
Sbnrnya yang pilah2in cm Pak Totok, cm Kak Ari ga rela
kalau dia ga masuk di foto. Jadi sok2 megang2. Hihi.
Senyum dulu ah.. :)

No comments:

Post a Comment